SELAMAT DATANG di www.tanahrantau.blogspot.com....ENJOY WITH REUNI X SMADA 99 - 9 SEPTEMBER 2009 - DATANG KI.. BROOO..

Rabu, 25 Februari 2009

Meningkatkan Representasi Perempuan di Parlemen


Lanjutan dari tulisan awal....

Poltik dan Perempuan di Kabupaten Nunukan
Setelah bendera emansipasi wanita berkibar, dan di perkokoh instruksi Presiden No.09 Tahun 2002 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan yang berskala Nasional, menjadi pintu bagi organisasi-LSM Pemberdayaan perempuan di Kabupaten Nunukan ‘mengepakkan sayap’. Merangkul masyarakat dan memberikan pendidikan tentang pengarusutamaan gender, merupakan langkah awal LSM dan organisasi pemberdayaan perempuan untuk mensosialisasikan wacana gender, dimana masyarakat memahami bahwa, perempuan dan laki-laki memiliki persamaan hak dan kewajiban, baik dilingkungan sosial, keluarga maupun di lingkungan kerja.

Meski demikian, tuntutan akan keterwakilan kaum perempuan di Parlemen terus digaungkan, wacana ini makin berkembang di tahun 1999 ketika Nunukan dimekarkan menjadi Kabupaten dari Bulungan, dan saat itulah pemerintah Kabupaten Bulungan, Setelah melantik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan, partai politik segera mempersiapkan pemilu di Kabupaten Nunukan untuk mengangkat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Meskipun dilingkungan legislatif keterwakilan kaum perempuan belum nampak.

Namun, sejak disahkannya UU No.31/2002 tentang partai politik dan UU No.12/2003 tentang pemilu, yang secara spesifik tidak mencantumkan angka 30% kuota perempuan. Namun dalam penjelasan pasal 13 ayat 3 tercantum dengan jelas bahwa kesetaraan dan keadilan gender mencapai peningkatan jumlah keterwakilan perempuan secara signifikan dalam kepengurusan partai politik, dan dalam UU 12/2003 pada pasal 65 (1) secara spesifik menyebutkan setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Segala kebanggaan keterwakilan kaum perempuan seakan sirna, DPRD Kabupaten Nunukan, mempersiapkan tiga kursi ‘panas’ untuk memenuhi presentase kaum perempuan di parlemen pada periode 2004-2009

Mencermati hal ini, jumlah pemilih perempuan belum terkoordinir secara menyeluruh, dimana pemilih pemula masih terkooptasi oleh nilai-nilai patriarki di lingkungan keluarga, selain itu, tingkat ekonomi perempuan masih rendah, sehingga secara politis kurang berpengaruh ditengah masyarakat, dan kualitas pendidikan minim yang menyebabkan kaum perempuan kehilangan kepercayaan diri duduk di parlemen.

Untuk meretas hal ini, menurut hemat penulis, meningkatkan representasi perempuan di parlemen, selain membangun dan memperkuat jaringan antar organisasi perempuan, juga meningkatkan representasi perempuan dalam organisasi partai politik dan mengupayakan perempuan menduduki posisi-posisi penting, strategis dalam partai, misalnya jabatan ketua dan sekretaris, dimana posisi ini berperan sebagai pengambil kebijakan.

Selain itu, perlu upaya mencipatakan kesadaran tentang pentingnya mengakomodasi perempuan di parlemen, terutama mengingatkan kepada ketua partai bahwa mayoritas pemilih di Kabupaten Nunukan adalah perempuan, dalam hal ini perempuan melakukan upaya advokasi terhadap ketua-ketua partai politik.

Untuk mempengaruhi pembuat kebijakan partai dan masyarakat umum, kaum perempuan juga senantiasa membangun akses ke media-media lokal di kabupaten Nunukan dengan cara tampil memberikan kebijakan dan perubahan-perubahan sosial melalui opini, dalam hal ini mesti dilandasi dengan tingkat pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan pelatihan.

Peningkatan kualitas perempuan adalah hal yang urgent, dimana keterwakilan perempuan di parlemen menuntut kapasitas yang kualitatif, peningkatan kualitas ini dapat dilakukan dengan meningkatkan akses fasilitas ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Selain itu dalam partai politik, memberikan kuota untuk meningkatkan jumlah anggota perlemen perempuan, dan diharapkan mencantumkan secara eksplisit besarnya kuota untuk menjamin jumlah minimum bagi anggota parlemen perempuan.

Sebagai sebuah kesimpulan, peningkatan representasi perempuan diparlemen terutama di DPRD kabupaten Nunukan, aspirasi perempuan bisa disalurkan dengan baik, namun perlu disadari bahwa sistem pemilu yang berlaku di Indonesia adalah sistem pemilu proporsional, yang banyak di perdebatkan dan bisa memberikan kesempatan terbaik dalam meningkatkan representasi perempuan. Jika terwakili dengan baik, maka perempuan akan mendapatkan kesempatan untuk bisa terpilih, semoga di tahun 2009 mendatang representasi perempuan di parlemen Kabupaten Nunukan meningkat hingga memenuhi kuota yang tidak sekedar kuantitas melainkan kualitas.